Rabu, 25 Juli 2007

Petani Jagung di Bertungen Dijerat Tengkulak

Selama puluhan tahun, petani jagung terus dililit aksi para tengkulak. Masyarakat bukan tak ingin mencoba keluar dari jeratan itu namun kemampuan melawan tak kuat.

Akibatnya, warga Desa Bertugen tetap dalam lembah kemiskinan padahal usia perkampungan itu sudah relatif dewasa, 61 tahun silam.

Demikian dikatakan Loni boru Girsang (70) tokoh masyarakat pada acara mempererat tali persaudaraan penduduk Dusun Tanjung Beringin Desa Bertungen Kecamatan Tigalingga dengan Ir Tagor Sinurat MSc Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Dairi.

Loni yang diakui sebagai “sipukka huta” (perintis perkampungan-red) mengatakan, ketika musim tanam tengkulak datang bagi malaikat yang memuja-muji masyarakat. Mereka Pedagang menebar senyum saat penyerahan berbagai kebutuhan pertanian semisal bibit dan pupuk.

Bahkan, mereka siap mendahulukan semua permintaan termasuk mengolah tanah (traktor-red). Namun, di balik kesan peduli, harga yang dikenakan sungguh jauh dibanding harga pasar.

Selanjutnya, kala panen tiba, semuanya dihitung dan jadilah petani bekerja sebagai kuli di lahan sendiri. Kondisi itu membuat ekonomi rakyat terus terpuruk dari tahun ke tahun. Sekilas, di permukiman tersebut hanya beberapa rumah permanen sebagai indikator ketertinggalan.

Selain faktor modal, ujar Loni, hal itu tidak terlepas dari tidak tersedianya infrastruktur jalan yang memadai. Dulu memang sarana penghubung di sana pernah diaspal tetapi sekarang konstruksinya rusak parah dan berlubang-lubang serta tak pernah diperbaiki. Situasi itu membuat ongkos angkut kian berat.

Beberapa warga kepada wartawan menerangkan, kalau dihitung dengan biaya yang dikeluarkan, harga saat ini Rp1.400 per kilogram tak lagi menggairahkan. Petani hanya mengusap air mata sebaliknya, tengkulak tertawa ria.

Begitu panen, utang dihitung, kalau untung dibilangin punya uang sekain tetapi kalau rugi, toke meninggalkan bon rincian. Kalau beberapa bulan lalu harga melambung sampai Rp2.000, masih lumayanlah, ini cuma Rp1.200-1.400 gimana bisa makmur. Biaya beli bibit 1 zak (5 kg) saja sudah Rp200 ribu, apa nggak mati, keluh warga.

Ir Tagor Sinurat mengatakan, penyediaan fasilitas umum merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah. Karenanya, semua aspirasi itu akan direspon melalui langkah konkrit secara bertahap mengingat banyaknya permintaan masyarakat.

Menurutnya, sudah saatnya pemerintah lebih berkonsetrasi pada pemenuhan dasar sarana pedesaan berupa pendidikan, kesehatan jalan, air dan irigasi sebab desalah menjadi sentra sandang pangan.

DIRIKAN PABRIK

Khususnya menyangkut komoditas jagung yang terbelenggu ijon, ia akan mendiskusikannya dengan dinas terkait serta PT Bank Sumut di mana dari ujicoba yang dilakukan, petani di Desa Tampuk Hite Kecamatan Gunung Sitember kini petani mulai bernafas lega atas peran serta perbankan.

PT Bank Sumut hanya mengenakan bunga 8 persen per enam bulan di mana melalui kucuran kredit, petani juga memperoleh sertifikat atas tanahnya.

Selanjutnya, guna menstabilkan harga atau mencari peluang prospektif, kata Tagor, masalah ini bisa diatasi melalui pendirian pabrik pengolahan pakan ternak.

Dairi merupakan sentra jagung di Sumut. Dengan demikian sudah layak membangun sebuah pabrik pengolahan pakan ternak di mana hasilnya langsung dipasarkan kepada konsumen lokal dan selebihnya dipasok ke kabupaten tetangga. sumber: www.analisadaily.com , 25 juli 2007

Tidak ada komentar: